Basic Training Organization

Kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan pada tanggal 7-9 November 2014 di Bogor yang di hadiri oleh Pemerintah Provinsi Riau (Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta) dan juga tokoh Riau Bpk.Drs.H.Zaharir AR

Basic Training Organization

Foto bersama panitia dan peserta BTO dengan Tokoh Riau Bpk H.Zaharir AR

Basic Training Organization

Foto bersama pejabat Badan Penghubung Provinsi Riau di Jakarta

Basic Training Organization

Peserta tengah mengikuti pelatihan

Showing posts with label Otonomi Daerah. Show all posts
Showing posts with label Otonomi Daerah. Show all posts

Saturday 18 May 2013

Memahat Marwah Diatas Langit

Perawakannya kecil. Sepeda sankinya juga tak besar. Jilbabnya selalu bercorak biru muda. Suaranya, melengking. Tak sebanding dengan tubuhnya yang ringkih. Ibu Hasnah selalu kami memanggilnya. 27 tahun lalu di kelas dua SDN 011 Kampung Besar Seberang Rengat yang lapuk, dia mengatakan, pendidikan itu seperti mata. Pendidikan itu adalah cahaya.

Saat itu kami, apalagi saya tidak paham makna apa yang ada di balik mata dan cahaya. Karena memang dia tidak menerjemahkan secara lengkap. Dan kalaupun dijelaskannya saat itu, saya pastikan kami, terutama saya tidak mungkin akan mengerti maksudnya.
Setelah berjuta-juta menit mengikuti peradaban kehidupan, barulah saya memahami, bahwa pendidikan itu menuntun kita untuk tetap berada dalam jalan yang benar. Pendidikan menjadi penerang dalam kegelapan. Pendidikan itu seperti matahari, seperti bulan, seperti bintang. Pendidikan itu mengakat derajat, pendidikan itu mengakat marwah. Bersyukurlah bagi orang-orang yang telah terdidik.

Dengan pendidikan jugalah, Riau sebagai sebuah provinsi terbentuk. Digagas oleh H Wan Ghalib, H Abdul Hamid Yahya, T Kamarulzaman, Zaini Kunin, Ridwan Taher, H Abdullah Hasan dan HM Amin, serta orang-orang terdidik lainya, melalui Kongres Rakyat Riau I tahun 1956, terwujudlah mimpi menjadi Bumi Lancang Kuning sebuah provinsi otonom terlepas dari Provinsi Sumatera Tengah.

Begitu juga gubernur yang memimpin Riau. Pasca reformasi sudah tiga periode pemimpin Riau berasal dari orang Riau sendiri yang terdidik. Dari zaman H Saleh Djasit hingga HM Rusli Zainal. Bupati/wali kota juga sama, dipimpin oleh orang Riau asli yang terdidik. Mestinya orang-orang terdidik ini lebih berorientasi untuk memerioritaskan pembangunan dunia pendi dikan. Dengan harapan masyarakat Riau secara keseluruhan mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga marwah masyarakat Riau bisa terangkat.

Beberapa pekan lalu, saya berada di Desa Mentulik di Kabupaten Kampar. Dari Pekanbaru untuk mencapai desa ini memerlukan waktu sekitar satu setengah jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Jalan menuju desa yang terletak dipinggiran sungai Kampar ini adalah jalan tanah. Panas berdebu, hujan becek. Dalam benak saya saat itu, bagaimanalah anak-anak di desa ini jika ingin melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi. Harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan.

Hampir di seluruh kabupaten/kota kondisi ini sangat gampang ditemui. Selain persoalan infrastruktur, juga masalah ketersediaan fasilitas penunjang pendidikan yang masih minim.  Jika melihat data Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau, penghujung tahun 2012, ada 11.043 ruang kelas yang tergolong rusak.Dari jumlah tersebut, 6.985 ruang kelas di antaranya tergolong rusak ringan. Sementara 4.058 ruang kelas lainnya tergolong rusak berat.

Ruang kelas rusak berat terbanyak ada di tingkat sekolah dasar (SD). Dimana, dari 21.137 ruang kelas di SD negeri se Riau, 2.334 ruang diantaranya tergolong rusak berat. Sementara di SD swasta jumlah yang rusak berat mencapai 164 ruang kelas. Begitu juga ruang kelas di tingkat SMP. Dimana, dari 4.802 SMP negeri, 265 ruang di antaranya dinyatakan tergolong rusak berat. Sementara, 724 ruang lainnya tergolong rusak ringan. Lalu, di SMP swasta, 150 ruang rusak berat dan 185 ruang tergolong rusak ringan. Hal yang sama juga terjadi untuk ruang kelas SMA.Ironis.

Dua hari yang lalu, dan hampir setiap hari saya melihat gedung-gedung yang dibangun oleh pemerintah di Pekanbaru. Menjulang. Dengan desain modern, berdiri kokoh. Ada berbentuk bundar dengan puluhan ribu tempat duduk, ada bujur sangkar dengan ornamen Selembayung. Ada  Corak dan warna mengusung konsep minimalis tapi dengan anggaran maksimalis. Gedung-gedung itu, saat ini membisu, diam dan kaku. Setelah riuh beberapa pekan, lalu sunyi untuk waktu yang jauh.

Saya tidak tahu keberadaan Ibu Hasnah saat ini. Apakah berumur panjang atau menepi di samping ilahi.

Entahlah Ibu Hasnah....maafkan kami tak sempurna mengartikan mata dan cahaya. Karena kami saat ini hanya mampu memahat marwah di atas langit, bukan di bumi tempat kami berpijak.***


Edwir Sulaiman
Redaktur Pelaksana Riau Pos

Mahasiswa Riau Tuntut Nasionalisasi Blok Migas

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau berunjuk rasa di kompleks Rumbai, Pekanbaru, Selasa, menuntut nasionalisasi blok migas di daerah itu.

Mereka yang berada di depan gerbang masuk PT Chevron Pacific Indonesia, kompleks Rumbai, berharap agar Pemerintah berani menasionalisasi aset minyak dan gas (migas) dengan tidak memperpanjang kontrak blok minyak Siak di Riau kepada Chevron.

Sejumlah mahasiswa melakukan demo terkait dengan keberadaan perusahaan asing yang sudah bercokol di Indonesia selama 88 tahun itu yang akan memperpanjang masa kontraknya.

Bahkan, perusahaan tersebut jauh hari telah mengusulkan perpanjangan ke Kementerian ESDM terkait masa kontrak Chevron di Blok Siak yang akan habis pada bulan November 2013.

Aksi mahasiswa sempat memanas setelah mereka membakar ban bekas dan mendobrak gerbang besi setinggi 5 meter. Namun, demonstrasi tetap terkendali dan mahasiswa hanya meneruskan orasi mereka setelah melewati gerbang pertama.

"Penguasaan modal asing atas kekayaan alam negeri ini tiap tahun semakin meningkat karena aturan perundangan-undangan kita dibuat dengan ide utama kompetisi bebas. Akibatnya, perusahaan negara harus menjadi anak tiri dalam mengelola kekayaan alam di negeri sendiri," kata koordinator lapangan, Yopi Pranoto.

Kedaulatan negara, menurut dia, seakan telah dibajak oleh kekuatan asing yang padat modal dan kapitalis. Akibatnya, aturan hukum tunduk untuk melegitimasi posisi pemodal besar yang mampu membayar demi kepentingan kekayaan mereka.

"Selama ini, Indonesia belum berdaulat terhadap kekayaan alamnya, bahkan kita akan menghadapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," ujarnya.

Selain itu, Yopi mengatakan bahwa mahasiswa mendukung upaya hukum kasus dugaan korupsi pada proyek bioremediasi yang melibatkan pegawai Chevron dan rekanannya sebagai tersangka. Kasus penetralan limbah itu kini sudah dalam proses pengadilan di Jakarta.

Ia mengatakan bahwa mahasiswa mendukung majelis hakim untuk bersikap objektif dan jangan terprovokasi dari pihak perusahaan yang melakukan kampanye untuk merekayasa opini publik.

"Usut tuntas kasus bioremediasi untuk memberikan kepastian hukum di Indonesia," katanya.

Secara terpisah, Manajer Komunikasi Chevron Tiva Permata, ketika menanggapi aksi mahasiswa, mengatakan bahwa seluruh aset dan fasilitas yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia adalah milik negara.

Dalam operasionalnya, kata dia, Chevron bekerja berdasarkan Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract) dan di bawah pengawasan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku wakil pemerintah Republik Indonesia.

"Chevron merupakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dari pemerintah Indonesia yang diberi tugas untuk mengelola dan mengoperasikan aset-aset negara di sektor industri migas, di antaranya tanah, bangunan, jaringan pipa dan listrik, serta fasilitas lainnya," kata Tiva dalam siaran persnya.

Terkait dengan perpanjangan Blok Siak, Tiva menyatakan bahwa keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintah Indonesia.

"Siapa pun yang mengoperasikan blok tersebut nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimum bagi negara dan Provinsi Riau," ujarnya.

       
Oleh: FB Rian Anggoro, dikutip dari Riau Antara

Hulu MIGAS Dikuasai Asing?

Nasionalisme migas sekarang menjadi tren yang dibicarakan berbagai kalangan. Banyak yang menuding dan meniupkan opini bahwa tata kelola migas Indonesia dikuasai perusahaan-perusahaan luar negeri atau asing.
Secara hukum, seluruh kekayaan minyak dan gas bumi yang terkandung di dalam bumi Indonesia adalah mutlak milik negara sesuai pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang berbunyi: “Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara”.
Bagaimana dengan pengelolaannya? Pengelolaan blok migas Indonesia dilakukan dengan sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) yang merupakan ide dari Ir Soekarno, nasionalis tulen, bapak pendiri bangsa. Dengan konsep ini, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas, baik itu perusahaan nasional maupun luar negeri, hanya merupakan kontraktor yang bekerja untuk Bangsa Indonesia dengan sistem bagi hasil yang lebih besar memberikan keuntungan bagi negara. Perusahaan-perusahaan itu disebut dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Lantas, siapa pengelola terbesar wilayah kerja migas di Indonesia? Penguasa wilayah kerja migas yang paling besar di Indonesia adalah PT Pertamina EP yang mengelola 48% dari total luas blok migas di Indonesia dengan total cadangan yang diperkirakan mencapai 1,7 miliar barel dari total 3,6 miliar barel cadangan terbukti migas di Indonesia saat ini.
Demikian juga dengan jumlah perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia. Saat berlakunya Undang–Undang No 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, jumlah perusahaan nasional yang mengelola blok migas hanya 16 perusahaan sementara perusahaan luar negeri mencapai 101 perusahaan. Setelah berlakunya UU Migas 22 Tahun 2001 hingga sekarang, jumlah pemain nasional melonjak jadi 137 perusahaan.
Sementara dari sisi manfaat pengelolaan migas bagi negara, Indonesia merupakan negara yang berhasil memaksimalkan pengelolaan minyak dan gas bagi sebesar-besarnya keuntungan negara. Bagian penerimaan negara dari kontrak bagi hasil dan pajak di Indonesia sangat tinggi dibanding negara tetangga lainnya, baik di Asia maupun di dunia.
Di Asia, berdasarkan data Wood Mackenzie, Indonesia berada di urutan kedua negara yang paling banyak mengambil manfaat dari hasil produksi migas. Bagian negara dari hasil pengelolaan migas di Indonesia bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan China yang menduduki urutan keenam. Artinya, sistem tata kelola minyak dan gas bumi melalui Kontrak Bagi Hasil saat ini memberikan negara keuntungan jauh lebih besar daripada yang diperoleh KKKS.
Rata-rata negara di dunia mendapatkan keuntungan baik dari bagi hasil maupun pajak hingga sebesar 63% dari tata kelola migas. Namun, Indonesia mendapatkan keuntungan dari tata kelola migas hingga mencapai 86%. Dari hasil tata kelola migas 2012 berhasil didapatkan keuntungan bagi negara termasuk pajak migas US$ 35,6 miliar atau sekitar Rp 320 triliun.
Dari potret lengkap di atas tentang industri hulu migas di Indonesia, maka didapatkan jawabannya bahwa sejatinya Indonesia sebagai tuan rumah merupakan pemegang kendali atas sumber daya, cadangan migas, pengelolaan blok, hingga keuntungan dari kontrak kerja sama.
(Sumber: tulisan Bambang Dwi Djanuarto yang diterbitkan Indonesia Finance Today edisi 4 Maret 2013/berbagai sumber)